Jumat, 24 April 2009

maria sang peziarahan iman

BUNDA MARIA: SANG PEZIARAH IMAN
OLEH: F. RIKARDUS KISWANTO TAGUNG, SMM ♣


Apa yang menjadikan Bunda Maria sebagai sang peziarah iman? Dimanakah letak ketabahan Maria yang memampukannya menjadi sang peziarah iman? Apa itu sang peziarah iman? Pertanyaan-pertanyaan di atas masih dapat dideretkan lebih panjang lagi karena De Mariam numquam satis–berbicara tentang Maria tidak pernah selesai. Di mana ketika hendak berbicara mengenai Maria maka hal yang tak dapat dipungkiri, kita tidak bisa membatasi disposisi Maria pada satu gelar apa pun.
Dalam diri Bunda Maria, rahasia-rahasia ilahi disimpan dalam gudang hatinya yang tak pernah dikuncinya, karena ia memang selalu menyimpan segala sesuatu di dalam hatinya. Ia menyimpan di dalam hatinya tetapi itu tidak berarti ia menutup hatinya bagi rahasia-rahasia ilahi yang akan disingkapkannya. Ia selalu membuka gudang tempat rahasia-rahasia ilahi itu disimpan untuk dibagikan kepada siapa dia mau. Rahasia ilahi yang disimpannya untuk dibagikan kepada insan kristiani yang terpilih dan terberkati adalah rahasia ketabahan seorang peziarah iman. Maria ingin membagikan rahasia yang sangat mulia dan berharga bagi semua manusia: sang peziarah iman, di mana Maria sendiri adalah sang peziarah iman.
FIAT

FIAT Maria: efektivitas sang peziarah

Dalam seluruh Kitab Suci Perjanjian Baru, hanya ada tiga perikop saja yang mengisahkan mengenai Maria yang dalam ketaatannya melakukan aktivitas bicara. Pertama, tanggapan Maria saat Malaikat Gabriel menyampaikan kabar sukacita kepadanya (lih. Luk 1;38). Di sini, Maria menunjukkan keradikalitasannya dalam menyerahkan seluruh diri kepada kehendak Allah dan dalam ketaatan kepada Sang Sabda di mana Maria membiarkan dirinya dinaungi oleh Roh Kudus. Hanya jawaban “ya” yang keluar dari mulutnya. Maria tidak mengatakan dan tidak mengulangi apapun selain Alah, Allah-lah yang dipuji dan dimuliakan dengan jawab “ya”-nya. Kedua, ketika Maria mengidungkan madah pujian atas karya Allah yang terlaksana atas dirinya sebuah pujian yang lahir dari kedalaman iman Maria yang dikenal dengan kidung magnificat. Ketiga, ketika Maria berkata kepada para pelayan dalam pesta perkawinan di Kana (lih. Yoh. 2:15). Di sini, Maria mengambil bagian di dalam kehidupan manusia sebagai insan yang terpilih dan terpanggil untuk semakin membuka diri dalam menerima rahmat Allah. Dari perikop-perikop injili di atas dapat dikatakan bahwa Maria pertama-tama membuka diri secara total dan sempurna kepada rahmat Allah dan kemudian Maria mengambil bagian dalam kehidupan ke-manusia-an kita. Keterbukaan Maria kepada kehendak Allah menjadi nyata di dalam FIAT-nya di mana sebagai seorang manusia lemah Maria mencoba untuk menghayati panggilannya sebagai seorang yang terpanggil, sebagai seorang peziarah. Keefektivitasan Maria dalam menjawab YA terhadap undangan Allah menjadi tampak dan jelas di mana Maria mau belajar untuk taat kepada kehendak Allah, Maria belajar untuk menjadi hamba, hamba karena cinta. Maria dalam ketaatannya “bergerak maju dalam ziarah imannya dan dengan setia berkanjang dengan Puteranya sampai di salib, di mana ia berdiri sesuai dengan rencana ilahi” (Lumen Gentium 56). Maria menampilkan pribadi yang tabah, tabah dalam menyelesaikan karya agung Allah. Dari sini nampak jelas sekali ketabahan Maria bahwa FIAT Maria yang diucapkannya tidak hanya berhenti sesaat setelah ia menyelesaikan tugasnya dalam melahirkan Sang Kebijaksaaan yaitu Yesus Kristus ke dunia. Akan tetapi, lebih jauh FIAT Maria berlaku satu kali dan untuk selama-lamanya. Itu berarti, dalam seluruh hidupnya adalah sebuah FIAT—sebuah jawaban YA—yang hanya ia berikan kepada Allah. Maria telah memutuskan untuk membuka seluruh diri hanya kepada Allah maka sebagai konsekuensinya ia menutup kemungkinan-kemungkinan lahiriah-manusiawinya. Dan inilah potret yang ideal dari seorang peziarah iman. Dan potret ini ada dan dikenakan kepada Maria sebagai sang peziarah iman yang sejati yang selalu menyimpan segala perkara di dalam hatinya (Luk 2:51).
Maria

Maria: sang peziarah iman
Santo Yakobus dalam suratnya menuliskan bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati (Yak.2:17). Lalu bagaimana dengan iman Maria? Dimanakah letak perwujudan iman Maria? Perwujudan iman Maria menjadi nyata dalam jawabannya kepada Malaikat Gabriel “Aku ini Hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut kehendakMu” (Luk 1:38). Dengan FIATnya terpancarlah sinar cahaya yang menunjukkan sikap fundamental seorang hamba yaitu iman. Inilah kebajikan utama yang dimiliki oleh Maria. Iman mengijinkan dan memampukan Maria untuk mendekati tanpa takut menghadapi jurang yang curam, lautan yang luas, yang tak terselami dan tak terjangkau atas rencana Allah—“Dia-yang-Ada mau datang kepada yang tiada—menjadi daging dan tinggal di antara kita—agar yang tiada menjadi Ada yaitu Dia—yang—Ada, Allah. Dengan FIATnya, Maria memulai babak baru dalam hidupnya, ia mulai bergerak maju dengan semakin menaruh kepercayaan kepada kehendak Allah semata: TOTUS TUUS- pun keluar dari mulut Maria.
Sang peziarah iman adalah insan kristiani yang dengan ketotalitasannya mengatakan ‘ya’ kepada kehendak Tuhan yang dalam kebebasan dan keterbukaan terhadap rahmat dan karunia Roh Kudus melakukan kehendak Allah dan percaya sepenuhnya terhadap Penyelenggaraan Ilahi. Seorang peziarah iman adalah orang “yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana” (Luk. 1:45). Dan kebajikan yang utama yang dimiliki oleh seorang peziarah adalah iman. Dan untuk itu, teladan seorang peziarah iman yang telah melakukan peziarahan dan peziarahannya telah mencapai puncak dengan memperoleh kemuliaan di hadapan Allah adalah Maria, dengan FIAT yang diucapkannya untuk selalu berziarah sembari terbuka terhadap bimbingan Roh Kudus.
FIAT yang diucapkan Maria merupakan sebuah pendefenitifan sikapnya dan menjadi titik berangkat bagi peziarahan imannya menuju perwujudan penyelenggaraaan Allah yang berlangsung sepanjang hidupnya yang mencapai titik capai ketika Maria berada di bawah kaki salib. Dari titik capai ini, Maria memulai bertolak lagi dan ini menjadi titik berangkatnya yang baru yaitu di bawah salib untuk kembali berziarah mencapai titik capai yaitu titik di mana Maria sampai pada pemuliaannya di Surga. Dalam kepenuhan ziarahnya ini, Maria menghadirkan diri sebagai maris stella (bintang timur) yang akan menerangi semua manusia yang sedang dalam peziarahan iman. Agar manusia mengangkat mata untuk melihat bintangnya di timur (bdk. Mat 2;2) untuk datang mengikuti Kristus.
Maria sebagai peziarah iman menyadari akan keterbatasan yang ada di dalam dirinya. Akan tetapi, keterbatasan yang ada pada Maria tidak membuat Maria harus mengerdilkan dirinya sebagai Hamba Tuhan, melainkan dengan menyadari akan keterbatsannya Maria berusaha untuk bertumbuh dalam keterbatasannya dengan membuka dirinya kepada cinta Tuhan dan membiarkan dirinya menyambut cinta Allah dan membalas cinta Allah dengan setia dan hidup hanya bagi Allah. Iman sebagai tanggapan atas cinta Allah menemukan lahan yang subur dalam diri Maria.
Oleh karena itu, sebagai seorang peziarah iman, hal yang paling mandasar dituntut adalah keterbukaan terhadap Penyelenggaraan Ilahi. Sikap ini dapat ditemukan di dalam pribadi Maria. Hal ini didasarkan atas sikap dasar dalam kehidupan Bunda Maria yaitu iman atau kepercayaan. Keterpanggilan Maria sebagai seorang peziarah iman bukanlah sebuah panggilan yang mudah. Dikatakan demikian, karena dengan mengatakan ‘ya’ kepada kehendak Allah dan mempercayakan diri sepenuhnya kepada Allah itu berarti Maria siap untuk menerima pedang yang akan menembus hati dan jiwanya sebagaimana yang telah diramalkan oleh Simeon (lih. Luk 2:35). Sebagai akibatnya seluruh kehidupan Maria tidak pernah terlepas dari berbagai tantangan yang mengharuskannya untuk menyimpan semuanya di dalam hatinya (bdk. Luk. 2:51). Maria berusaha untuk memahami kehendak Allah dalam hidupnya. Maria mempercayakan dirinya untuk percaya kepada kehendak Allah. Maria meletakan dirinya dalam kesatuan batiniah yang tak terpisahkan dengan Yesus Kristus. Kesatuan inilah yang menjadikan degup denyut nadi Maria berdetak seirama dengan degup denyut nadi Yesus. Maria mempersatukan dirinya dengan penderitaan Puteranya ketika ia berdiri di bawah kaki salib. Di sini Maria sebagai perempuan biasa belajar untuk bersikap tabah. Tabah dalam berziarah. Tabah sebagai seorang peziarah iman. Ketabahan yang dimiliki Maria adalah buah dari fiatnya, yang selalu membuka diri dan mengarahkan pandangannya hanya kepada Allah. Dalam dirinya, Maria tidak memiliki kemampuan yang akan membawanya pada pengamalan penghayatan hidupnya sebagai seorang peziarah iman. Akan tetapi, ketabahan Maria ini terpancar dari kerendahan hatinya untuk menjawab “ya” di hadapan Allah sehingga dari kerendahannya sebagai hamba. Berbekal jawaban “ya” yang diucapkannya dan mulai saat itu juga Maria menjadi manusia yang tabah di mana dangan segala kelemahannya mempersiapkan rahimnya untuk Sang Sabda yang sudi menjadi daging dalam dirinya, Maria tabah ketika harus melahirkan Sang Sabda itu di sebuah kandang yang hina melalui sederet peristiwa penolakan, Maria tabah saat harus menyingkir ke Mesir, Maria tabah ketika harus mendengarkan ramalan Simeon mengenai Yesus dan sebilah pedang yang akan menembus jiwanya, Maria tabah ketika Yesus seolah-olah tidak mengakui Maria sebagai ibunya dalam misinya di Nasareth (lih.Mat.12:47-49), Maria tabah ketika permintaan Maria dalam pesta perkawinan di Kanan seolah-olah tidak digubris, dan puncak ketabahan yaitu pada peristiwa penyaliban Yesus di mana Maria dengan ketegaran dan ketabahn seorang ibu berdiri menyaksikan Puteranya tergantung dan wafat di kayu salib. Dengan sederet ketabahan Maria ini, patutlah Maria disebut yang berbahagia oleh sekalian bangsa (Luk 1:48) dan diberkati oleh karena keterbukaannya untuk percaya kepada kehendak Allah (bdk. Luk. 1:45).
Maria

Maria : teman dalam perziarahan iman
Setelah pengangkatannya dengan gemilang ke Surga, Maria terus hadir dalam perjalanan iman umat Allah menuju terang. Konkretisasinya tampak secara nyata dalam magnificat sebuah kidung yang lahir dari kedalaman iman Maria; satu-satunya warisan yang Maria berikan kepada manusia untuk bersamanya setiap orang diundang untuk memuji dan memuliakan keagungan Allah dalam keterpanggilannya sebagai seorang peziarah iman.
Seperti manusia pada umumnya, Maria dalam seluruh hidupnya adalah sebuah ziarah iman. Maria juga berziarah dalam bayang-bayang sambil meraba-raba akan karya Allah yang akan tak kelihatan. Oleh karena itu, keterpanggilan dan keterpilihan sebagai seorang kristiani, setiap orang mendefenisikan posisinya pada kata “peziarah”. Manusia peziarah yang sedang berziarah dalam melaksanakan kehendak Tuhan. Untuk semuanya itu, kita tidak dibiarkan beziarah seorang diri. Maria memberikan dirinya untuk menjadi teman yang setia dalam sebuah peziarahan. Maria, wanita iman ini, telah diberikan untuk menjadi teladan dalam sebuah peziarahan iman. Dan dari Maria inilah, setiap orang ynag sedang beziarah belajar untuk menjadi taat dan tunduk kepada kehendak Allah dalam segala hal, termasuk ketika kepada kita dihadapkan tantangan demi tantangan yang pada dasarnya bukanlah suatu momok yang harus disingkirkan atau dihindari. Toh, dunia diciptakan dengan berbagai tantangan dan manusia yang ditempatkan di tengah dunia bukan untuk melarikan dari tantangan melainkan untuk melawan dan berjuang dalam menghadapi tantangan yang ada. Bagaimana ketabahan seorang peziarah ditantang. Tantangan yang dihadapi oleh seorang peziarah bukan pratanda bahwa Tuhan memalingkan wajahNya atas setiap cobaan yang dialami oleh setiap manusia. Setiap orang diundang untuk yakin dan percaya bahwa di balik tantangan tersebut, ada tangan Tuhan yang setia merangkul dan menanti kepulangan anak-anakNya untuk tetap setia dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut.
K
etabahan Maria dalam mengikuti dan menjawab undangan Allah telah membuktikan bahwa di balik duka ada suka yang berlimpah, di balik salib ada sukacita yang membawanya pada ketotalitasan dalam menghayati panggilannya sebagai seorang yang telah dipanggil dan dipilih oleh Allah. Bersama Maria sang peziarah iman, yang terus hadir dalam peziarahan iman umat Allah menuju terang, insan kristiani diajak untuk bergerak maju dari kegelapan gua iman yang dangkal dengan menggulingkan batu penutup gua (bdk. Luk 24.2) agar rahmat Allah dapat sungguh berkarya dan akhirnya bersama Maria diubah dan menjadi serupa dengan Yesus Kristus yang hidup dalam Maria.®


♣Penulis adalah seorang calon imam
Serikat Maria Montfortan (SMM)
Mahasiswa Filsafat-Teologi
Widya Sasana Malang.
Tinggal di Malang